You are here
Budaya News 

Wilujengan Pengetan Suruddalem Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo 387 tahun

SOLO (LN) – Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Surakarta Hadiningrat menggelar acara Tahlil Saha Wilujengan Pengetan Dinten SurudDalem, Wilujengan Pengetan Surud Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo serta Diskusi Sejarah dan Budaya Surakarta sebagai Kelanjutan Dinasti Mataram, Kagungan Dalem Serambi Masjid Agung Karaton Surakarta Hadiningrat, minggu (20/9/20).

Menurut Kanjeng Pangeran Edi Wirabumi sebagai Direktur Eksekutif lembaga hukum Keraton Surakarta menjelaskan “Rangkaian acara haul wilujengan pengetan suruddalem Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo ke 387 pada paugeran”, tutup Gusti Moengtahun, merupakan peringatan yang kedua yang tahun lalu di serambi masjid agung sebanyak 5000 orang, karena situasi pandemi undangan dibatasi hanya dari pengurus dari pokoso dan perkumpulan masyarakat pengayom dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dan sebagain dari Jogja hanya berjumlah 200 sampai 300 orang”,ungkap Kanjeng Edi.
Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Surakarta Gusti Wandansari atau Gusti Moeng menyatakan tujuan peringatan wilujengan pengetan suruddalem Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo.
“Tujuan utama mengingatkan kembali asal usul kepada kita bahwa Sultan Agung ini sudah menjadi pahlawan nasional dan sudah jelas sepak terjang beliau dari penguasaan bangsa asing”.
Rangkaian acara wilujengan ada nasi gurih, ingkung, gedang ayu, suruh ayu, nasi golong asahan, ini merupakan simbol peringatan suruddalem, adapun jenang baru-baru atau jenang merah putih merupakan simbol dari merah dari ibu dan putih itu dari bapak supaya selalu mengingat yang diatas.
Gusti Moeng berharap “Selama suruddalem Pakubuwono XII masih banyak sentono atau putra putri dalem yang tidak paham dengan posisi kedudukannya, mereka yang tidak terima dengan aturan dan konstitusi adat, jangan merasa Gusti atau Sentono membuat aturan-aturan sendiri untuk Keraton itu akan merusak, sementara ini kita lestari sampai hari ini kita berpegang pada paugeran”, tutup Gusti Moeng.

tahun, merupakan peringatan yang kedua yang tahun lalu di serambi masjid agung sebanyak 5000 orang, karena situasi pandemi undangan dibatasi hanya dari pengurus dari pokoso dan perkumpulan masyarakat pengayom dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dan sebagain dari Jogja hanya berjumlah 200 sampai 300 orang”,ungkap Kanjeng Edi.

Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Surakarta Gusti Wandansari atau Gusti Moeng menyatakan tujuan peringatan wilujengan pengetan suruddalem Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo.
“Tujuan utama mengingatkan kembali asal usul kepada kita bahwa Sultan Agung ini sudah menjadi pahlawan nasional dan sudah jelas sepak terjang beliau dari penguasaan bangsa asing”.
Rangkaian acara wilujengan ada nasi gurih, ingkung, gedang ayu, suruh ayu, nasi golong asahan, ini merupakan simbol peringatan suruddalem, adapun jenang baru-baru atau jenang merah putih merupakan simbol dari merah dari ibu dan putih itu dari bapak supaya selalu mengingat yang diatas.
Gusti Moeng berharap “Selama suruddalem Pakubuwono XII masih banyak sentono atau putra putri dalem yang tidak paham dengan posisi kedudukannya, mereka yang tidak terima dengan aturan dan konstitusi adat, jangan merasa Gusti atau Sentono membuat aturan-aturan sendiri untuk Keraton itu akan merusak, sementara ini kita lestari sampai hari ini kita berpegang pada paugeran”, tutup Gusti Moeng.

Related posts

Leave a Comment